Selasa, 03 Januari 2012

Asuhan Keperawatan Aritmia Jantung

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN ARITMIA


A. Definisi
Gangguan irama jantung atau aritmia merupakan komplikasi yang sering terjadi pada infark miokardium. Aritmia atau disritmia adalah perubahan pada frekuensi dan irama jantung yang disebabkan oleh konduksi elektrolit abnormal atau otomatis (Doenges, 1999). Aritmia timbul akibat perubahan elektrofisiologi sel-sel miokardium. Perubahan elektrofisiologi ini bermanifestasi sebagai perubahan bentuk potensial aksi yaitu rekaman grafik aktivitas listrik sel (Price, 1994). Gangguan irama jantung tidak hanya terbatas pada iregularitas denyut jantung tapi juga termasuk gangguan kecepatan denyut dan konduksi (Hanafi, 1996).

B. Etiologi
Etiologi aritmia jantung dalam garis besarnya dapat disebabkan oleh :
1. Peradangan jantung, misalnya demam reumatik, peradangan miokard (miokarditis karena infeksi)
2. Gangguan sirkulasi koroner (aterosklerosis koroner atau spasme arteri koroner), misalnya iskemia miokard, infark miokard.
3. Karena obat (intoksikasi) antara lain oleh digitalis, quinidin dan obat-obat anti aritmia lainnya
4. Gangguan keseimbangan elektrolit (hiperkalemia, hipokalemia)
5. Gangguan pada pengaturan susunan saraf autonom yang mempengaruhi kerja dan irama jantung
6. Ganggguan psikoneurotik dan susunan saraf pusat.
7. Gangguan metabolik (asidosis, alkalosis)
8. Gangguan endokrin (hipertiroidisme, hipotiroidisme)
9. Gangguan irama jantung karena kardiomiopati atau tumor jantung
10. Gangguan irama jantung karena penyakit degenerasi (fibrosis sistem konduksi jantung)


C. Macam – macam aritmia
1. Sinus Takikardi
Meningkatnya aktifitas nodus sinus, gambaran yang penting pada ECG adalah : laju gelombang lebih dari 100 X per menit, irama teratur dan ada gelombang P tegak disandapan I,II dan aVF.
2. Sinus bradikardi
Penurunan laju depolarisasi atrim. Gambaran yang terpenting pada ECG adalah laju kurang dari 60 permenit, irama teratur, gelombang p tgak disandapan I,II dan aVF.
3. Komplek atrium prematur
Impul listrik yang berasal di atrium tetapi di luar nodus sinus menyebabkan kompleks atrium prematur, timbulnya sebelu denyut sinus berikutnya. Gambaran ECG menunjukan irama tidak teratur, terlihat gelombang P yang berbeda bentuknya dengan gelombang P berikutnya.
4. Takikardi Atrium
Suatu episode takikardi atrium biasanya diawali oleh suatu kompleks atrium prematur sehingga terjadi reentri pada tingkat nodus AV.
5. Fluter atrium.
Kelainan ini karena reentri pada tingkat atrium. Depolarisasi atrium cept dan teratur, dan gambarannya terlihat terbalik disandapan II,III dan atau aVF seperti gambaran gigi gergaji
6. Fibrilasi atrium
Fibrilasi atrium bisa tibul dari fokus ektopik ganda dan atau daerah reentri multipel. Aktifitas atrium sangat cepat.sindrom sinus sakit
7. Komplek jungsional prematur
8. Irama jungsional
9. Takikardi ventrikuler

D. Pathofisiologi
Terlampir

D. Manifestasi klinis
a. Perubahan TD ( hipertensi atau hipotensi ); nadi mungkin tidak teratur; defisit nadi; bunyi jantung irama tak teratur, bunyi ekstra, denyut menurun; kulit pucat, sianosis, berkeringat; edema; haluaran urin menurun bila curah jantung menurun berat.
b. Sinkop, pusing, berdenyut, sakit kepala, disorientasi, bingung, letargi, perubahan pupil.
c. Nyeri dada ringan sampai berat, dapat hilang atau tidak dengan obat antiangina, gelisah
d. Nafas pendek, batuk, perubahan kecepatan/kedalaman pernafasan; bunyi nafas tambahan (krekels, ronki, mengi) mungkin ada menunjukkan komplikasi pernafasan seperti pada gagal jantung kiri (edema paru) atau fenomena tromboembolitik pulmonal; hemoptisis.
e. demam; kemerahan kulit (reaksi obat); inflamasi, eritema, edema (trombosis siperfisial); kehilangan tonus otot/kekuatan

E. Pemeriksaan Penunjang
1. EKG : menunjukkan pola cedera iskemik dan gangguan konduksi. Menyatakan tipe/sumber disritmia dan efek ketidakseimbangan elektrolit dan obat jantung.
2. Monitor Holter : Gambaran EKG (24 jam) mungkin diperlukan untuk menentukan dimana disritmia disebabkan oleh gejala khusus bila pasien aktif (di rumah/kerja). Juga dapat digunakan untuk mengevaluasi fungsi pacu jantung/efek obat antidisritmia.
3. Foto dada : Dapat menunjukkanpembesaran bayangan jantung sehubungan dengan disfungsi ventrikel atau katup
4. Skan pencitraan miokardia : dapat menunjukkan aea iskemik/kerusakan miokard yang dapat mempengaruhi konduksi normal atau mengganggu gerakan dinding dan kemampuan pompa.
5. Tes stres latihan : dapat dilakukan utnnuk mendemonstrasikan latihan yang menyebabkan disritmia.
6. Elektrolit : Peningkatan atau penurunan kalium, kalsium dan magnesium dapat mnenyebabkan disritmia.
7. Pemeriksaan obat : Dapat menyatakan toksisitas obat jantung, adanya obat jalanan atau dugaan interaksi obat contoh digitalis, quinidin.
8. Pemeriksaan tiroid : peningkatan atau penururnan kadar tiroid serum dapat menyebabkan.meningkatkan disritmia.
9. Laju sedimentasi : Penignggian dapat menunukkan proses inflamasi akut contoh endokarditis sebagai faktor pencetus disritmia.
10. GDA/nadi oksimetri : Hipoksemia dapat menyebabkan/mengeksaserbasi disritmia.

F. Penatalaksanaan Medis
1. Terapi medis
Obat-obat antiaritmia dibagi 4 kelas yaitu :
a. Anti aritmia Kelas 1 : sodium channel blocker
Kelas 1 A
Quinidine adalah obat yang digunakan dalam terapi pemeliharaan untuk mencegah berulangnya atrial fibrilasi atau flutter.
Procainamide untuk ventrikel ekstra sistol atrial fibrilasi dan aritmi yang menyertai anestesi.
Dysopiramide untuk SVT akut dan berulang
Kelas 1 B
Lignocain untuk aritmia ventrikel akibat iskemia miokard, ventrikel takikardia.
Mexiletine untuk aritmia entrikel dan VT
Kelas 1 C
Flecainide untuk ventrikel ektopik dan takikardi
b. Anti aritmia Kelas 2 (Beta adrenergik blokade)
Atenolol, Metoprolol, Propanolol : indikasi aritmi jantung, angina pektoris dan hipertensi
c. Anti aritmia kelas 3 (Prolong repolarisation)
Amiodarone, indikasi VT, SVT berulang
d. Anti aritmia kelas 4 (calcium channel blocker)
Verapamil, indikasi supraventrikular aritmia
2. Terapi mekanis
a. Kardioversi : mencakup pemakaian arus listrik untuk menghentikan disritmia yang memiliki kompleks GRS, biasanya merupakan prosedur elektif.
b. Defibrilasi : kardioversi asinkronis yang digunakan pada keadaan gawat darurat.
c. Defibrilator kardioverter implantabel : suatu alat untuk mendeteksi dan mengakhiri episode takikardi ventrikel yang mengancam jiwa atau pada pasien yang resiko mengalami fibrilasi ventrikel.
d. Terapi pacemaker : alat listrik yang mampu menghasilkan stimulus listrik berulang ke otot jantung untuk mengontrol frekuensi jantung.

G. Pengkajian
Pengkajian primer :
1. Airway
Apakah ada peningkatan sekret ?
Adakah suara nafas : krekels ?
2. Breathing
Adakah distress pernafasan ?
Adakah hipoksemia berat ?
Adakah retraksi otot interkosta, dispnea, sesak nafas ?
Apakah ada bunyi whezing ?
3. Circulation
Bagaimanakan perubahan tingkat kesadaran ?
Apakah ada takikardi ?
Apakah ada takipnoe ?
Apakah haluaran urin menurun ?
Apakah terjadi penurunan TD ?
Bagaimana kapilery refill ?
Apakah ada sianosis ?
Pengkajian sekunder
1. Riwayat penyakit
Faktor resiko keluarga contoh penyakit jantung, stroke, hipertensi
Riwayat IM sebelumnya (disritmia), kardiomiopati, GJK, penyakit katup jantung, hipertensi
Penggunaan obat digitalis, quinidin dan obat anti aritmia lainnya kemungkinan untuk terjadinya intoksikasi
Kondisi psikososial



2. Pengkajian fisik
a. Aktivitas : kelelahan umum
b. Sirkulasi : perubahan TD ( hipertensi atau hipotensi ); nadi mungkin tidak teratur; defisit nadi; bunyi jantung irama tak teratur, bunyi ekstra, denyut menurun; kulit warna dan kelembaban berubah misal pucat, sianosis, berkeringat; edema; haluaran urin menruun bila curah jantung menurun berat.
c. Integritas ego : perasaan gugup, perasaan terancam, cemas, takut, menolak,marah, gelisah, menangis.
d. Makanan/cairan : hilang nafsu makan, anoreksia, tidak toleran terhadap makanan, mual muntah, peryubahan berat badan, perubahan kelembaban kulit
e. Neurosensori : pusing, berdenyut, sakit kepala, disorientasi, bingung, letargi, perubahan pupil.
f. Nyeri/ketidaknyamanan : nyeri dada ringan sampai berat, dapat hilang atau tidak dengan obat antiangina, gelisah
g. Pernafasan : penyakit paru kronis, nafas pendek, batuk, perubahan kecepatan/kedalaman pernafasan; bunyi nafas tambahan (krekels, ronki, mengi) mungkin ada menunjukkan komplikasi pernafasan seperti pada gagal jantung kiri (edema paru) atau fenomena tromboembolitik pulmonal; hemoptisis.
h. Keamanan : demam; kemerahan kulit (reaksi obat); inflamasi, eritema, edema (trombosis siperfisial); kehilangan tonus otot/kekuatan

H. Diagnosa keperawatan dan Intervensi
1. Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan gangguan konduksi elektrikal, penurunan kontraktilitas miokardia.
Kriteria hasil :
a. Mempertahankan/meningkatkan curah jantung adekuat yang dibuktikan oleh TD/nadi dalam rentang normal, haluaran urin adekuat, nadi teraba sama, status mental biasa
b. Menunjukkan penurunan frekuensi/tak adanya disritmia
c. Berpartisipasi dalam aktivitas yang menurunkan kerja miokardia.


Intervensi :
d. Raba nadi (radial, femoral, dorsalis pedis) catat frekuensi, keteraturan, amplitudo dan simetris.
e. Auskultasi bunyi jantung, catat frekuensi, irama. Catat adanya denyut jantung ekstra, penurunan nadi.
f. Pantau tanda vital dan kaji keadekuatan curah jantung/perfusi jaringan.
g. Tentukan tipe disritmia dan catat irama : takikardi; bradikardi; disritmia atrial; disritmia ventrikel; blok jantung
h. Berikan lingkungan tenang. Kaji alasan untuk membatasi aktivitas selama fase akut.
i. Demonstrasikan/dorong penggunaan perilaku pengaturan stres misal relaksasi nafas dalam, bimbingan imajinasi
j. Selidiki laporan nyeri, catat lokasi, lamanya, intensitas dan faktor penghilang/pemberat. Catat petunjuk nyeri non-verbal contoh wajah mengkerut, menangis, perubahan TD
k. Siapkan/lakukan resusitasi jantung paru sesuai indikasi
l. Kolaborasi :
m. Pantau pemeriksaan laboratorium, contoh elektrolit
n. Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi
o. Berikan obat sesuai indikasi : kalium, antidisritmi
p. Siapkan untuk bantu kardioversi elektif
q. Bantu pemasangan/mempertahankan fungsi pacu jantung
r. Masukkan/pertahankan masukan IV
s. Siapkan untuk prosedur diagnostik invasif
t. Siapkan untuk pemasangan otomatik kardioverter atau defibrilator

2. Kurang pengetahuan tentang penyebab atau kondisi pengobatan berhubungan dengan kurang informasi/salah pengertian kondisi medis/kebutuhan terapi.
Kriteria hasil :
a. menyatakan pemahaman tentang kondisi, program pengobatan
b. Menyatakan tindakan yang diperlukan dan kemungkinan efek samping obat


Intervensi :
c. Kaji ulang fungsi jantung normal/konduksi elektrikal
d. Jelakan/tekankan masalah aritmia khusus dan tindakan terapeutik pada pasien/keluarga
e. Identifikasi efek merugikan/komplikasiaritmia khusus contoh kelemahan, perubahan mental, vertigo.
f. Anjurkan/catat pendidikan tentang obat. Termasuk mengapa obat diperlukan; bagaimana dan kapan minum obat; apa yang dilakukan bila dosis terlupakan
g. Dorong pengembangan latihan rutin, menghindari latihan berlebihan
h. Kaji ulang kebutuhan diet contoh kalium dan kafein
i. Memberikan informasi dalam bentuk tulisan bagi pasien untuk dibawa pulang
j. Anjurkan psien melakukan pengukuran nadi dengan tepat
k. Kaji ulang kewaspadaan keamanan, teknik mengevaluasi pacu jantung dan gejala yang memerlukan intervensi medis
l. Kaji ulang prosedur untuk menghilangkan PAT contoh pijatan karotis/sinus, manuver Valsava bila perlu



DAFTAR PUSTAKA

1. Hudak, C.M, Gallo B.M. Keperawatan Kritis : Pendekatan Holistik. Jakarta : EGC.1997
2. Price, Sylvia Anderson. Patofisiologi : konsep klinis proses-proses penyakit. Alih bahasa Peter Anugrah. Editor Caroline Wijaya. Ed. 4. Jakarta : EGC ; 1994.
3. Santoso Karo karo. Buku Ajar Kardiologi. Jakarta : Balai Penerbit FKUI ; 1996
4. Smeltzer Suzanne C. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Alih bahasa Agung Waluyo, dkk. Editor Monica Ester, dkk. Ed. 8. Jakarta : EGC; 2001.
5. Doenges, Marilynn E. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan pendokumentasian Perawatan Pasien. Alih bahasa I Made Kariasa. Ed. 3. Jakarta : EGC;1999
6. Hanafi B. Trisnohadi. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Ed. 3. Jakarta : Balai Penerbit FKUI ; 2001

Asuhan Keperawatan Angina Pektoris

ANGINA PEKTORIS

A. PENGERTIAN
1. Angina pektoris adalah nyeri dada yang ditimbukan karena iskemik miokard dan bersifat sementara atau reversibel. (Dasar-dasar keperawatan kardiotorasik, 1993)
2. Angina pektoris adalah suatu sindroma kronis dimana klien mendapat serangan sakit dada yang khas yaitu seperti ditekan, atau terasa berat di dada yang seringkali menjalar ke lengan sebelah kiri yang timbul pada waktu aktifitas dan segera hilang bila aktifitas berhenti. (Prof. Dr. H.M. Sjaifoellah Noer, 1996)
3. Angina pektoris adalah suatu istilah yang digunakan untuk menggambarkan jenis rasa tidak nyaman yang biasanya terletak dalam daerah retrosternum. (Penuntun Praktis Kardiovaskuler)

B. ETIOLOGI
1. Ateriosklerosis
2. Spasme arteri koroner
3. Anemia berat
4. Artritis
5. Aorta Insufisiensi

C. FAKTOR-FAKTOR RESIKO
1. Dapat Diubah (dimodifikasi)
a. Diet (hiperlipidemia)
b. Rokok
c. Hipertensi
d. Stress
e. Obesitas
f. Kurang aktifitas
g. Diabetes Mellitus
h. Pemakaian kontrasepsi oral
2. Tidak dapat diubah
a. Usia
b. Jenis Kelamin
c. Ras
d. Herediter
e. Kepribadian tipe A

D. FAKTOR PENCETUS SERANGAN
Faktor pencetus yang dapat menimbulkan serangan antara lain :
1. Emosi
2. Stress
3. Kerja fisik terlalu berat
4. Hawa terlalu panas dan lembab
5. Terlalu kenyang
6. Banyak merokok


E. GAMBARAN KLINIS
1. Nyeri dada substernal ataru retrosternal menjalar ke leher, tenggorokan daerah inter skapula atau lengan kiri.
2. Kualitas nyeri seperti tertekan benda berat, seperti diperas, terasa panas, kadang-kadang hanya perasaan tidak enak di dada (chest discomfort).
3. Durasi nyeri berlangsung 1 sampai 5 menit, tidak lebih daari 30 menit.
4. Nyeri hilang (berkurang) bila istirahat atau pemberian nitrogliserin.
5. Gejala penyerta : sesak nafas, perasaan lelah, kadang muncul keringat dingin, palpitasi, dizzines.
6. Gambaran EKG : depresi segmen ST, terlihat gelombang T terbalik.
7. Gambaran EKG seringkali normal pada waktu tidak timbul serangan.

F. TIPE SERANGAN
1. Angina Pektoris Stabil
Awitan secara klasik berkaitan dengan latihan atau aktifitas yang meningkatkan kebutuhan oksigen niokard.
Nyeri segera hilang dengan istirahat atau penghentian aktifitas.
Durasi nyeri 3 – 15 menit.
2. Angina Pektoris Tidak Stabil
Sifat, tempat dan penyebaran nyeri dada dapat mirip dengan angina pektoris stabil.
Adurasi serangan dapat timbul lebih lama dari angina pektoris stabil.
Pencetus dapat terjadi pada keadaan istirahat atau pada tigkat aktifitas ringan.
Kurang responsif terhadap nitrat.
Lebih sering ditemukan depresisegmen ST.
Dapat disebabkan oleh ruptur plak aterosklerosis, spasmus, trombus atau trombosit yang beragregasi.
3. Angina Prinzmental (Angina Varian).
Sakit dada atau nyeri timbul pada waktu istirahat, seringkali pagi hari.
Nyeri disebabkan karena spasmus pembuluh koroneraterosklerotik.
EKG menunjukkan elevaasi segmen ST.
Cenderung berkembang menjadi infaark miokard akut.
Dapat terjadi aritmia.

G. PATOFISIOLOGI DAN PATHWAYS
Mekanisme timbulnya angina pektoris didasarkan pada ketidakadekuatan suply oksigen ke sel-sel miokardium yang diakibatkan karena kekauan arteri dan penyempitan lumen arteri koroner (ateriosklerosis koroner). Tidak diketahui secara pasti apa penyebab ateriosklerosis, namun jelas bahwa tidak ada faktor tunggal yang bertanggungjawab atas perkembangan ateriosklerosis. Ateriosklerosis merupakan penyakir arteri koroner yang paling sering ditemukan. Sewaktu beban kerja suatu jaringan meningkat, maka kebutuhan oksigen juga meningkat. Apabila kebutuhan meningkat pada jantung yang sehat maka artei koroner berdilatasi dan megalirkan lebih banyak darah dan oksigen keotot jantung. Namun apabila arteri koroner mengalami kekauan atau menyempit akibat ateriosklerosis dan tidak dapat berdilatasi sebagai respon terhadap peningkatan kebutuhan akan oksigen, maka terjadi iskemik (kekurangan suplai darah) miokardium.
Adanya endotel yang cedera mengakibatkan hilangnya produksi No (nitrat Oksid0 yang berfungsi untuk menghambat berbagai zat yang reaktif. Dengan tidak adanya fungsi ini dapat menyababkan otot polos berkontraksi dan timbul spasmus koroner yang memperberat penyempitan lumen karena suplai oksigen ke miokard berkurang. Penyempitan atau blok ini belum menimbulkan gejala yang begitu nampak bila belum mencapai 75 %. Bila penyempitan lebih dari 75 % serta dipicu dengan aktifitas berlebihan maka suplai darah ke koroner akan berkurang. Sel-sel miokardium menggunakan glikogen anaerob untuk memenuhi kebutuhan energi mereka. Metabolisme ini menghasilkan asam laktat yang menurunkan pH miokardium dan menimbulkan nyeri. Apabila kenutuhan energi sel-sel jantung berkurang, maka suplai oksigen menjadi adekuat dan sel-sel otot kembali fosforilasi oksidatif untuk membentuk energi. Proses ini tidak menghasilkan asam laktat. Dengan hilangnya asam laktat nyeri akan reda.



PATHWAYS ANGINA PEKTORIS




Tidak bisa ditampilkan ( Ditampilkan pada data word, silakan download 705 askep )








H. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL
1. Nyeri akut berhubungan dengan iskemik miokard.
2. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan berkurangnya curah jantung.
3. Ansietas berhubungan dengan rasa takut akan ancaman kematian yang tiba-tiba.
4. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kodisi, kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi.

I. FOKUS INTERVENSI
1. Nyeri akut berhubungan dengan iskemik miokard.
Intervensi :
Kaji gambaran dan faktor-faktor yang memperburuk nyeri.
Letakkan klien pada istirahat total selama episode angina (24-30 jam pertama) dengan posisi semi fowler.
Observasi tanda vital tiap 5 menit setiap serangan angina.
Ciptakanlingkunan yang tenang, batasi pengunjung bila perlu.
Berikan makanan lembut dan biarkan klien istirahat 1 jam setelah makan.
Tinggal dengan klien yang mengalami nyeri atau tampak cemas.
Ajarkan tehnik distraksi dan relaksasi.
Kolaborasi pengobatan.
2. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kurangnya curah jantung.
Intervensi :
Pertahankan tirah baring pada posisi yang nyaman.
Berikan periode istirahat adekuat, bantu dalam pemenuhan aktifitas perawatan diri sesuai indikasi.
Catat warna kulit dan kualittas nadi.
Tingkatkan katifitas klien secara teratur.
Pantau EKG dengan sering.
3. Ansietas berhubungan dengan rasa takut akan ancaman kematian yang tiba-tiba.
Intervensi :
Jelaskan semua prosedur tindakan.
Tingkatkan ekspresi perasaan dan takut.
Dorong keluarga dan teman utnuk menganggap klien seperti sebelumnya.
Beritahu klien program medis yang telah dibuat untuk menurunkan/membatasi serangan akan datang dan meningkatkan stabilitas jantung.
Kolaborasi.
4. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kodisi, kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi.
Intervensi :
Tekankan perlunya mencegah serangan angina.
Dorong untuk menghindari faktor/situasi yang sebagai pencetus episode angina.
Kaji pentingnya kontrol berat badan, menghentikan kebiasaan merokok, perubahan diet dan olah raga.
Tunjukkan/ dorong klien untuk memantau nadi sendiri selama aktifitas, hindari tegangan.
Diskusikan langkah yang diambil bila terjadi serangan angina.
Dorong klien untuk mengikuti program yang telah ditentukan.


DAFTAR PUSTAKA


1. Corwin, Elizabeth, Buku Saku Patofisiologi, Jakarta, EGC, 2000.

2. Chung, EK, Penuntun Praktis Penyakit Kardiovaskuler, Jakarta, EGC, 1996

3. Doenges, Marylinn E, Rencana Asuhan Keperawatan, Jakarta, EGC, 1998

4. Engram, Barbara, Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah volume 2, Jakarta, EGC, 1998

5. Long, C, Barbara, Perawatan Medikal Bedah 2, Bandung, IAPK, 1996

6. Noer, Sjaifoellah, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jakarta, FKUI, 1996

7. Price, Sylvia Anderson, Patofisiologi Buku I Jakarta, EGC, 1994

8. ……., Dasar-dasar Keperawatan Kardiotorasik (Kumpulan Bahan Kuliah edisi ketiga),Jakarta : RS Jantung Harapan Kita, 1993.

9. Tucker, Susan Martin, Standar Perawatan Pasien Volume I, Jakarta, EGC, 1998

10. Underwood, J C E, Pathologi Volume 1 , Jakarta, EGC, 1999

Asuhan Keperawatan Apendiks

APPENDISITIS


I. PENGERTIAN
Appendisitis adalah inflamasi akut pada appendisits verniformis dan merupakan penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat (Brunner & Suddart, 1997)

II. ETIOLOGI
Appendisitis tersumbat atau terlipat oleh:
a. Fekalis/ massa keras dari feses
b. Tumor, hiperplasia folikel limfoid
c. Benda asing

III. PATOFISIOLOGI
Appendisitis yang terinflamasi dan mengalami edema. Proses inflamasi meningkatkan tekanan intra luminal, menimbulkan nyeri abdomen atas atau menyebar hebat secara progresif dalam beberapa jam, trlokalisasi di kuadran kanan bawah dari abdomen. Appendiks terinflamasi berisi pus



IV. PATHWAYS ( Ada pada versi word, silakan download 705 askep )


V. TANDA DAN GEJALA
Nyeri kuadran kanan bawah dan biasanya demam ringan
Mual, muntah
Anoreksia, malaisse
Nyeri tekan lokal pada titik Mc. Burney
Spasme otot
Konstipasi, diare
(Brunner & Suddart, 1997)

VI. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Sel darah putih : lekositosis diatas 12000/mm3, netrofil meningkat sampai 75%
Urinalisis : normal, tetapi eritrosit/leukosit mungkin ada
Foto abdomen: Adanya pergeseran material pada appendiks (fekalis) ileus terlokalisir
Tanda rovsing (+) : dengan melakukan palpasi kuadran bawah kiri yang secara paradoksial menyebabkan nyeri yang terasa dikuadran kanan bawah
(Doenges, 1993; Brunner & Suddart, 1997)

VII. KOMPLIKASI
Komplikasi utama adalah perforasi appediks yang dapat berkembang menjadi peritonitis atau abses apendiks
Tromboflebitis supuratif
Abses subfrenikus
Obstruksi intestinal



VIII. PENATALAKSANAAN
Pembedahan diindikasikan bila diagnosa apendisitis telah ditegakkan
Antibiotik dan cairan IV diberikan sampai pembedhan dilakukan
Analgetik diberikan setelah diagnosa ditegakkan
Apendektomi dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkan resiko perforasi.
(Brunner & Suddart, 1997)

IX. PENGKAJIAN
1. Aktivitas/ istirahat: Malaise
2. Sirkulasi : Tachikardi
3. Eliminasi
Konstipasi pada awitan awal
Diare (kadang-kadang)
Distensi abdomen
Nyeri tekan/lepas abdomen
Penurunan bising usus
4. Cairan/makanan : anoreksia, mual, muntah
5. Kenyamanan
Nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilikus yang meningkat berat dan terlokalisasi pada titik Mc. Burney meningkat karena berjalan, bersin, batuk, atau nafas dalam
6. Keamanan : demam
7. Pernapasan
Tachipnea
Pernapasan dangkal
(Brunner & Suddart, 1997)



X. DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN INTERVENSI
1. Resiko tinggi terjadi infeksi b.d tidak adekuatnya pertahanan utama, perforasi,peritonitis sekunder terhadap proses inflamasi
Tujuan : tidak terjadi infeksi
Kriteria:
Penyembuhan luka berjalan baik
Tidak ada tanda infeksi seperti eritema, demam, drainase purulen
Tekanan darah >90/60 mmHg
Nadi <>
Abdomen lunak, tidak ada distensi
Bising usus 5-34 x/menit
Intervensi:
a. Kaji dan catat kualitas, lokasi dan durasi nyeri. Waspadai nyeri yang menjadi hebat
b. Awasi dan catat tanda vital terhadap peningkatan suhu, nadi, adanya pernapasan cepat dan dangkal
c. Kaji abdomen terhadap kekakuan dan distensi, penurunan bising usus
d. Lakukan perawatan luka dengan tehnik aseptik
e. Lihat insisi dan balutan. Catat karakteristik drainase luka/drain, eriitema
f. Kolaborasi: antibiotik

2. Nyeri b.d distensi jaringan usus oleh onflamasi, adanya insisi bedah
Kriteria hasil:
Persepsi subyektif tentang nyeri menurun
Tampak rileks
Pasien dapat istirahat dengan cukup
Intervensi:
a. Kaji nyeri. Catat lokasi, karakteristik nyeri
b. Pertahankan istirahat dengan posisi semi fowler
c. Dorong untuk ambulasi dini
d. Ajarkan tehnik untuk pernafasan diafragmatik lambat untuk membantu melepaskan otot yang tegang
e. Hindari tekanan area popliteal
f. Berikan antiemetik, analgetik sesuai program
3. Resiko tinggi kekurangan cairan tubuhb.d inflamasi peritoneum dengan cairan asing, muntah praoperasi, pembatasan pasca operasi
Kriteria hasil;
Membran mukosa lembab
Turgor kulit baik
Haluaran urin adekuat: 1 cc/kg BB/jam
Tanda vital stabil
Intervensi:
a. Awasi tekanan darah dan tanda vial
b. Kaji turgor kulit, membran mukosa, capilary refill
c. Monitor masukan dan haluaran . Catat warna urin/konsentrasi
d. Auskultasi bising usus. Catat kelancara flatus
e. Berikan perawatan mulut sering
f. Berikan sejumlah kecil minuman jernih bila pemasukan peroral dimulai dan lanjutkan dengan diet sesuai toleransi
g. Berikan cairan IV dan Elektrolit

4. Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan b.d kurang informasi
Kriteria:
Menyatakan pemahamannya tentang proese penyakit, pengobatan
Berpartisipasidalam program pengobatan
Intervensi
a. Kaji ulang embatasan aktivitas paska oerasi
b. Dorong aktivitas sesuai toleransi dengan periode istirahatperiodik
c. Diskusikan perawatan insisi, termasuk mengganti balutan, pembatasan mandi
d. Identifikasi gejala yang memerlukan evaluasi medik, contoh peningkatan nyeri, edema/eritema luka, adanya drainase
(Doenges, 1993)



DAFTAR PUSTAKA


1. Doenges, Marilynn E. (1993). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta. EGC

2. Price, SA, Wilson,LM. (1994). Patofisiologi Proses-Proses Penyakit, Buku Pertama. Edisi 4. Jakarta. EGC

3. Smeltzer, Bare (1997). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Brunner & suddart. Edisi 8. Volume 2. Jakarta, EGC

4. Swearingen. (1996). Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 2. K\Jakarta. EGC

Asuhan Keperawatan Amputasi

AMPUTASI

Pengertian Amputasi

Amputasi berasal dari kata “amputare” yang kurang lebih diartikan “pancung”.
Amputasi dapat diartikan sebagai tindakan memisahkan bagian tubuh sebagian atau seluruh bagian ekstremitas. Tindakan ini merupakan tindakan yang dilakukan dalam kondisi pilihan terakhir manakala masalah organ yang terjadi pada ekstremitas sudah tidak mungkin dapat diperbaiki dengan menggunakan teknik lain, atau manakala kondisi organ dapat membahayakan keselamatan tubuh klien secara utuh atau merusak organ tubuh yang lain seperti dapat menimbulkan komplikasi infeksi.
Kegiatan amputasi merupakan tindakan yang melibatkan beberapa sistem tubuh seperti sistem integumen, sistem persyarafan, sistem muskuloskeletal dan sisten cardiovaskuler. Labih lanjut ia dapat menimbulkan madsalah psikologis bagi klien atau keluarga berupa penurunan citra diri dan penurunan produktifitas.

Penyebab / faktor predisposisi terjadinya amputasi
Tindakan amputasi dapat dilakukan pada kondisi :
1. Fraktur multiple organ tubuh yang tidak mungkin dapat diperbaiki.
2. Kehancuran jaringan kulit yang tidak mungkin diperbaiki.
3. Gangguan vaskuler/sirkulasi pada ekstremitas yang berat.
4. Infeksi yang berat atau beresiko tinggi menyebar ke anggota tubuh lainnya.
5. Adanya tumor pada organ yang tidak mungkin diterapi secara konservatif.
6. Deformitas organ.

Jenis Amputasi
Berdasarkan pelaksanaan amputasi, dibedakan menjadi :
1. amputasi selektif/terencana
Amputasi jenis ini dilakukan pada penyakit yang terdiagnosis dan mendapat penanganan yang baik serta terpantau secara terus-menerus. Amputasi dilakukan sebagai salah satu tindakan alternatif terakhir
2. amputasi akibat trauma
Merupakan amputasi yang terjadi sebagai akibat trauma dan tidak direncanakan. Kegiatan tim kesehatan adalah memperbaiki kondisi lokasi amputasi serta memperbaiki kondisi umum klien.
3. amputasi darurat
Kegiatan amputasi dilakukan secara darurat oleh tim kesehatan. Biasanya merupakan tindakan yang memerlukan kerja yang cepat seperti pada trauma dengan patah tulang multiple dan kerusakan/kehilangan kulit yang luas.
Jenis amputasi yang dikenal adalah :
1. amputasi terbuka
2.  amputasi tertutup.
Amputasi terbuka dilakukan pada kondisi infeksi yang berat dimana pemotongan pada tulang dan otot pada tingkat yang sama. Amputasi tertutup dilakukan dalam kondisi yang lebih memungkinkan dimana dibuat skaif kulit untuk menutup luka yang dibuat dengan memotong kurang lebih 5 sentimeter dibawah potongan otot dan tulang.
Setelah dilakukan tindakan pemotongan, maka kegiatan selanjutnya meliputi perawatan luka operasi/mencegah terjadinya infeksi, menjaga kekuatan otot/mencegah kontraktur, mempertahankan intaks jaringan, dan persiapan untuk penggunaan protese ( mungkin ).
Berdasarkan pada gambaran prosedur tindakan pada klien yang mengalami amputasi maka perawat memberikan asuhan keperawatan pada klien sesuai dengan kompetensinya.

Manajemen Keperawatan
Kegiatan keperawatan yang dilakukan pada klien dapat dibagi dalam tiga tahap yaitu pada tahap preoperatif, tahap intraoperatif, dan pada tahap postoperatif.
a. Pre Operatif
Pada tahap praoperatif, tindakan keperawatan lebih ditekankan pada upaya untuk mempersiapkan kondisi fisik dan psikolgis klien dalam menghadapi kegiatan operasi.
Pada tahap ini, perawat melakukan pengkajian yang erkaitan dengan kondisi fisik, khususnya yang berkaitan erat dengan kesiapan tubuh untuk menjalani operasi.


Pengkajian Riwayat Kesehatan
Perawat memfokuskan pada riwayat penyakit terdahulu yang mungkin dapat mempengaruhi resiko pembedahan seperti adanya penyakit diabetes mellitus, penyakit jantung, penyakit ginjal dan penyakit paru. Perawat juga mengkaji riwayat penggunaan rokok dan obat-obatan.

Pengkajian Fisik
Pengkajian fisik dilaksanakan untuk meninjau secara umum kondisi tubuh klien secara utuh untuk kesiapan dilaksanakannya tindakan operasi manakala tindakan amputasi merupakan tindakan terencana/selektif, dan untuk mempersiapkan kondisi tubuh sebaik mungkin manakala merupakan trauma/ tindakan darurat.
Kondisi fisik yang harus dikaji meliputi :
SISTEM TUBUH KEGIATAN
Integumen :
Kulit secara umum.
Lokasi amputasi Mengkaji kondisi umum kulit untuk meninjau tingkat hidrasi.
Lokasi amputasi mungkin mengalami keradangan akut atau kondisi semakin buruk, perdarahan atau kerusakan progesif. Kaji kondisi jaringan diatas lokasi amputasi terhadap terjadinya stasis vena atau gangguan venus return.
Sistem Cardiovaskuler :
Cardiac reserve
Pembuluh darah Mengkaji tingkat aktivitas harian yang dapat dilakukan pada klien sebelum operasi sebagai salah satu indikator fungsi jantung.
Mengkaji kemungkinan atherosklerosis melalui penilaian terhadap elastisitas pembuluh darah.
Sistem Respirasi  Mengkaji kemampuan suplai oksigen dengan menilai adanya sianosis, riwayat gangguan nafas.
Sistem Urinari Mengkaji jumlah urine 24 jam.
Menkaji adanya perubahan warna, BJ urine.
Cairan dan elektrolit Mengkaji tingkat hidrasi.
Memonitor intake dan output cairan.
Sistem Neurologis Mengkaji tingkat kesadaran klien.
Mengkaji sistem persyarafan, khususnya sistem motorik dan sensorik daerah yang akan diamputasi.
Sistem Mukuloskeletal Mengkaji kemampuan otot kontralateral.



Pengkajian Psikologis, Sosial, Spiritual
Disamping pengkajian secara fisik perawat melakukan pengkajian pada kondisi psikologis ( respon emosi ) klien yaitu adanya kemungkinan terjadi kecemasan pada klien melalui penilaian klien terhadap amputasi yang akan dilakukan, penerimaan klien pada amputasi dan dampak amputasi terhadap gaya hidup. Kaji juga tingkat kecemasan akibat operasi itu sendiri. Disamping itu juga dilakukan pengkajian yang mengarah pada antisipasi terhadap nyeri yang mungkin timbul.
Perawat melakukan pengkajian pada gambaran diri klien dengan memperhatikan tingkatr persepsi klien terhadap dirinya, menilai gambaran ideal diri klien dengan meninjau persepsi klien terhadap perilaku yang telah dilaksanakan dan dibandingkan dengan standar yang dibuat oleh klien sendiri, pandangan klien terhadap rendah diri antisipasif, gangguan penampilan peran dan gangguan identitas.
Adanya gangguan konsep diri antisipasif harus diperhatikan secara seksama dan bersama-sama dengan klien melakukan pemilihan tujuan tindakan dan pemilihan koping konstruktif.
Adanya masalah kesehatan yang timbul secara umum seperti terjadinya gangguan fungsi jantung dan sebagainya perlu didiskusikan dengan klien setelah klien benar-benar siap untuk menjalani operasi amputasi itu sendiri. Kesadaran yang penuh pada diri klien untuk berusaha berbuat yang terbaik bagi kesehatan dirinya,  sehingga memungkinkan bagi perawat untuk melakukan tindakan intervensi dalam mengatasi masalah umum pada saat pre operatif. Asuhan keperawatan pada klien preoperatif secara umum tidak dibahas pada makalah ini.

Laboratorik
Tindakan pengkajian dilakukan juga dengan penilaian secara laboratorik atau melalui pemeriksaan penunjang lain secara rutin dilakukan pada klien yang akan dioperasi yang meliputi penilaian terhadap fungsi paru, fungsi ginjal, fungsi hepar dan fungsi jantung.



Diagnosa Keperawatan dan Perencanaan
Dari pengkajian yang telah dilakukan, maka diagnosa keperawatan yang dapat timbul antara lain :
1. Kecemasan berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kegiatan perioperatif.
Karakteristik penentu :
- Mengungkapkan rasa tajut akan pembedahan.
- Menyatakan kurang pemahaman.
- Meminta informasi.
Tujuan : Kecemasan pada klien berkurang.
Kriteria evaluasi :
- Sedikit melaporkan tentang gugup atau cemas.
- Mengungkapkan pemahaman tentang operasi.
INTERVENSI RASIONAL
Memberikan bantuan secara fisik dan psikologis, memberikan dukungan moral.

Menerangkan prosedur operasi dengan sebaik-baiknya.

Mengatur waktu khusus dengan klien untuk berdiskusi tentang kecemasan klien. Secara psikologis meningkatkan rasa aman dan meningkatkan rasa saling percaya.

Meningkatkan/memperbaiki pengetahuan/ persepsi klien.

Meningkatkan rasa aman dan memungkinkan klien melakukan komunikasi secara lebih terbuka dan lebih akurat.

2. Berduka yang antisipasi (anticipated griefing) berhubungan dengan kehilangan akibat amputasi.
Karakteristik penentu :
- Mengungkapkan rasa takut kehilangan kemandirian.
- Takut kecacatan.
- Rendah diri, menarik diri.
Tujuan : Klien mampu mendemontrasikan kesadaran akan dampak pembedahan pada citra diri.
Kriteria evaluasi :
- mengungkapkan perasaan bebas, tidak takut.
- Menyatakan perlunya membuat penilaian akan gaya hidup yangbaru.
INTERVENSI RASIONAL
Anjurkan klien untuk mengekspresikan perasaan tentang dampak pembedahan pada gaya hidup.

Berikan informasi yang adekuat dan rasional tentang alasan pemilihan tindakan pemilihan amputasi.

Berikan informasi bahwa amputasi merupakan tindakan untuk memperbaiki kondisi klien dan merupakan langkah awal untuk menghindari ketidakmampuan atau kondisi yang lebih parah.

Fasilitasi untuk bertemu dengan orang dengan amputasi yang telah berhasil dalam penerimaan terhadap situasi amputasi. Mengurangi rasa tertekan dalam diri klien, menghindarkan depresi, meningkatkan dukungan mental.

Membantu klien mengapai penerimaan terhadap kondisinya melalui teknik rasionalisasi.

Meningkatkan dukungan mental.






Strategi untuk meningkatkan adaptasi terhadap perubahan citra diri.

Selain masalah diatas, maka terdapat beberapa tindakan keperawatan preoperatif antara lain :
Mengatasi nyeri
- Menganjurkan klien untuk menggunakan teknik dalam mengatsi nyeri.
- Menginformasikan tersdianya obat untuk mengatasi nyeri.
- Menerangkan pada klien bahwa klien akan “merasakan” adanya kaki untuk beberapa waktu lamanya, sensasi ini membantu dalam menggunakan kaki protese atau ketika belajar mengenakan kaki protese.
Mengupayakan pengubahan posisi tubuh efektif
- Menganjurkan klien untuk mengubah posisi sendiri setiap 1 – 2 jam untuk mencegah kontraktur.
- Membantu klien mempertahankan kekuatan otot kaki ( yang sehat ), perut dan dada sebagai persiapan untuk penggunaan alat penyangga/kruk.
- Mengajarkan klien untuk menggunakan alat bantu ambulasi preoperasi, untuk membantu meningkatkan kemampuan mobilitas posoperasi, memprtahankan fungsi dan kemampuan dari organ tubuh lain.
Mempersiapkan kebutuhan untuk penyembuhan
- Mengklarifikasi rencana pembedahan yang akan dilaksanakan kepada tim bedah.
- Meyakinkan bahwa klien mendapatkan protese/alat bantu ( karena tidak semua klien yang mengalami operasi amputasi mendapatkan protese seperti pada penyakit DM, penyakit jantung, CVA, infeksi, dan penyakit vaskuler perifer, luka yang terbuka ).
- Semangati klien dalam persiapan mental dan fisik dalam penggunaan protese.
- Ajarkan tindakan-tindakan rutin postoperatif : batuk, nafas dalam.

b. Intra Operatif
Pada masa ini perawat berusaha untuk tetap mempertahankan kondisi terbaik klie. Tujuan utama dari manajemen (asuhan) perawatan saat ini adalah untuk menciptakan kondisi opyimal klien dan menghindari komplikasi pembedahan.
Perawat berperan untuk tetap mempertahankan kondisi hidrasi cairan, pemasukan oksigen yang adekuat dan  mempertahankan kepatenan jalan nafas, pencegahan injuri selama operasi dan dimasa pemulihan kesadaran. Khusus untuktindakan perawatan luka, perawat membuat catatan tentang prosedur operasi yang dilakukan dan kondisi luka, posisi jahitan dan pemasangan drainage. Hal ini berguna untuk perawatan luka selanjutnya dimasa postoperatif.
Makalah ini tidak membahas secara detail kegiatan intraoperasi.

c. Post Operatif
Pada masa post operatif, perawat harus berusaha untuk mempertahankan tanda-tanda vital, karena pada amputasi, khususnya amputasi ekstremitas bawah diatas lutut merupakan tindakan yang mengancam jiwa.
Perawat melakukan pengkajian tanda-tanda vital selama klien belum sadar secara rutin dan tetap mempertahankan kepatenan jalas nafas, mempertahankan oksigenisasi jaringan, memenuhi kebutuhan cairan darah yang hilang selama operasi dan mencegah injuri.
Daerah luka diperhatikan secara khusus untuk mengidentifikasi adanya perdarahan masif atau kemungkinan balutan yang basah, terlepas atau terlalu ketat. Selang drainase benar-benar tertutup. Kaji kemungkinan saluran drain tersumbat oleh clot darah.
Awal masa postoperatif, perawat lebih memfokuskan tindakan perawatan secara umum yaitu menstabilkan kondisi klien dan mempertahankan kondisi optimum klien.
Perawat bertanggungjawab dalam pemenuhan kebutuhan dasar klien, khususnya yang dapat menyebabkan gangguan atau mengancam kehidupan klien.
Berikutnya fokus perawatan lebih ditekankan pada peningkatan kemampuan klien untuk membentuk pola hidup yang baru serta mempercepat penyembuhan luka. Tindakan keperawatan yang lain adalah mengatasi adanya nyeri yang dapat timbul pada klien seperti nyeri Panthom Limb dimana klien merasakan seolah-olah nyeri terjadi pada daerah yang sudah hilang akibat amputasi. Kondisi ini dapat menimbulkan adanya depresi pada klien karena membuat klien seolah-olah merasa ‘tidak sehat akal’ karena merasakan nyeri pada daerah yang sudah hilang. Dalam masalah ini perawat harus membantu klien mengidentifikasi nyeri dan menyatakan bahwa apa yang dirasakan oleh klien benar adanya.
Diagnosa keperawatan yang dapat ditegakkan antara lain adalah :
1. Gangguan rasa nyaman : Nyeri berhubungan dengan insisi bedah sekunder terhadap amputasi
Karakteristik penentu :
- Menyatakan nyeri.
- Merintih, meringis.
Tujuan : nyeri hilang / berkurang.
Kriteria evaluasi :
- Menyatakan nyeri hilang.
- Ekspresi wajah rileks.
INTERVENSI RASIONAL
Evaluasi nyeri : berasal dari sensasi panthom limb atau dari luka insisi. Bila terjadi nyeri panthom limb



Beri analgesik ( kolaboratif ).

Ajarkan klien memberikan tekanan lembut dengan menempatkan puntung pada handuk dan menarik handuk dengan berlahan. Sensasi panthom limb memerlukan waktu yang lama untuk sembuh daripada nyeri akibat insisi.
Klien sering bingung membedakan nyeri insisi dengan nyeri panthom limb.

Untuk menghilangkan nyeri

Mengurangi nyeri akibat nyeri panthom limb

2. Gangguan konsep diri berhubungan dengan perubahan citra tubuh sekunder terhadap amputasi
Karakteristik penentu :
- Menyatakan berduka tentang kehilangan bagian tubuh.
- Mengungkapkan negatif tentang tubuhnya.
- Depresi.
Tujuan : Mendemontrasikan penerimaan diri pada situasi yang baru.
Kriteria evaluasi :
- Menyatakan penerimaan terhadap penerimaan diri.
- Membuat rencana untuk melanjutkan gaya hidup.
INTERVENSI RASIONAL
Validasi masalah yang dialami klien.

Libatkan klien dalam melakukan perawatan diri yang langsung menggunakan putung :
- Perawatan luka.
- Mandi.
- Menggunakan pakaian.

Berikan dukungan moral.

Hadirkan orang yang pernah amputasi yang telah menerima diri. Meninjau perkembangan klien.

Mendorong antisipasi meningkatkan adaptasi pada perubahan citra tubuh.





Meningkatkan status mental klien.

Memfasilitasi penerimaan terhadap diri.

3. Resiko tinggi terhadap komplikasi : Infeksi, hemorragi, kontraktur, emboli lemak berhubungan dengan amputasi
Karakteristik penentu :
- Terdapat tanda resiko infeksi, perdarahan berlebih, atau emboli lemak.
Tujuan : tidak terjadi komplikasi.
Kriteria evaluasi : tidak ada infeksi, hemorragi dan emboli lemak.
INTERVENSI RASIONAL
Infeksi
Lakukan perawatan luka adekuat.
Mencegah terjadinya infeksi.
Perdarahan
Pantau :
-Masukan dan pengeluaran cairan.

- Tanda-tanda vital tiap 4 jam.

- Kondisi balutan tiap 4-8 jam.
-
Menghindari resiko kehilangan cairan dan resiko terjadinya perdarahan pada daerah amputasi.

Sebagai monitor status hemodinamik

Indikator adanya perdaraham masif

Emboli lemak
Monitor pernafasan.


Persiapkan oksigen


Pertahankan posisi flower atau tetap tirah baring selama beberapa waktu
Memantau tanda emboli lemak sedini mungkin

Untuk mempercepat tindakan bila sewaktu-waktu dperlukan untuk tindakan yang cepat.

Mengurangi kebutuhan oksigen jaringan atau memudahkan pernafasan.

Beberapa kegiatan keperawatan lain yang dilakukan adalah :
Melakukan perawatan luka postoperasi
- Mengganti balutan dan melakukan inspeksi luka.
- Terangkan bahwa balutan mungkin akan digunakan hingga protese yang digunakan telah tepat dengan kondisi daerah amputasi (6 bulan –1 tahun).
Membantu klien beradaptasi dengan perubahan citra diri
- Memberi dukungan psikologis.
- Memulai melakukan perawatan diri atau aktivitas dengan kondisi saat ini.
Mencegah kontraktur
- Menganjurkan klien untuk melakukan gerakan aktif pada daerah amputasi segera setelah pembatasan gerak tidak diberlakukan lagi.
- Menerangkan bahwa gerakan pada organ yang diamputasi berguna untuk meningkatkan kekuatan untuk penggunaan protese, menghindari terjadinya kontraktur.
Aktivitas perawatan diri
- Diskusikan ketersediaan protese ( dengan terapis fisik, ortotis ).
- Mengajari klien cara menggunakan dan melepas protese.
- Menyatakan bahwa klien idealnya mencari bantuan/superfisi dari tim rehabilitasi kesehatan selama penggunaan protese.
- Mendemontrasikan alat-alat bantu khusus.
- Mengajarkan cara mengkaji adanya gangguan kulit akibat penggunaan protese.


Kesimpulan
Asuhan keperawatan pada klien yang mengalami amputasi merupakan bentuk asuhan kompleks yang melibatkan aspek biologis, spiritual dan sosial dalam proporsi yang cukup besar ke seluruh aspek tersebut perlu benar-benar diperhatikan sebaik-baiknya.
Tindakan amputasi merupakan bentuk operasi dengan resiko yang cukup besar bagi klien sehingga asuhan keperawatan perioperatif harus benar-benar adekuat untuk memcapai tingkat homeostatis maksimal tubuh. Manajemen keperawatan harus benar-benar ditegagkkan untuk membantu klien mencapai tingkat optimal dalam menghadapi perubahan fisik dan psikologis akibat amputasi.(anas)
REFERENSI
Engram, Barbara ( 1999 ), Rencana Asuhan Keperawatan Medikal – Bedah, edisi Indonesia, EGC, Jakarta.

Brunner, Lillian S; Suddarth, Doris S ( 1986 ), Manual of Nursing Practice, 4th edition, J.B. Lippincott Co. Philadelphia.

Kozier, erb; Oliveri ( 1991 ), Fundamentals of Nursing, Concepts, Process and Practice, Addison-Wesley Co. California.

Reksoprodjo, S; dkk ( 1995 ), Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah, Bina Rupa Aksara, Jakarta.

Photobucket